Selasa, 10 Januari 2012

Loyalitas Tanpa Batas

Halo 2012.. Tahun baru, semangat baru. Itu kata orang tentang tahun yang baru. Kejadian-kejadian di akhir tahun 2011 dan di awal tahun 2012 yang saya alami, sungguh menginspirasi saya. Mungkin sedikit banyak kejadian-kejadian tersebut berkenaan dengan asmara dan keluarga. Entah pengaruh buruk ataupun baik yang akan saya dapat dari kejadian-kejadian tersebut, tetapi paling tidak saya bisa lebih peka akan makna setiap peristiwa yang terjadi.
“Loyalitas tanpa batas”. Slogan itu sering saya lihat terpampang di spanduk panjang yang membentang pada pertandingan sepakbola di Senayan, Jakarta. Sekilas memang slogan tersebut terkesan sangat arogan dan berapi-api. Karena secara logika kita tahu, bahwa segala sesuatu di dunia ini memiliki batasan-batasan tertentu (kecuali kuasa Tuhan tentunya). Namun sesungguhnya makna terdalam dari slogan itu adalah suatu perwujudan dari kecintaan seseorang terhadap suatu hal sehingga membuat sesorang tersebut benar-benar menjaga cinta tersebut dengan sebuah kesetiaan. Ya, memang pembicaraan mengenai cinta terkadang menjadi tabuh dewasa ini. Namun untuk membahas tentang kesetiaan, tidak mungkin melepaskannya dari perihal cinta tersebut.
Kadang kala seseorang sangat mengagung-agungkan sebuah kesetiaan (termasuk saya sendiri). Namun dewasa ini, saya pikir hal tersebut menjadi omong kosong belaka di beberapa aspek kehidupan. Kebutuhan akan banyak hala dalam kehidupan ini, mendesak kita sebagai individu untuk menanggalkan kesetiaan itu. Kita bisa lihat dalam kasus korupsi, bagaimana seseorang bisa dengan beraninya tanpa rasa takut dan malu untuk berbuat demikian tercela. Ia pastinya melupakan kesetiaannya terhadap institusi dimana ia bernaung, bahkan mungkin dalam lingkup yang lebih luas, ia melupakan kesetiaannya terhadap bangsa dan tanah airnya sendiri. Mereka melakukan hal tersebut mungkin saja karena kesetiaannya terhadap hal lain. Masih banyak hal lainnya yang dapat dijadikan contoh di berbagai bidang lainnya.
Mungkin saya tidak bisa menjabarkan kejadian-kejadian apa saja yang membuat saya berpikir ulang tentang makna sebuah loyalitas. Namun, saya berpikir bahwa apakah memang benar loyalitas yang benar-benar solid dan kokoh itu sudah tidak pas lagi untuk diterapkan di era sekarang ini? Apakah kesetiaan menjadi krisis dari tatanan nilai yang ada? Apakah kebutuhan dan keinginan menjadi tolak ukur pertama untuk meninggalkan keagungan sebuah loyalitas tersebut? Jawabannya ada pada interpretasi diri kita masing-masing. Manakah yang kita sebut loyalitas yang mulia? Atau loyalitas yang tumbuh karena aspek-aspek tertentu yang belum tentu menjadikan kita individu yang lebih mulia dari sebelumnya. Semuanya ada dalam diri kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar