Senin, 02 Februari 2015

Kisah Tentang Sebilah Pisau

         
 "When love hurt you, it magically
 strengthen you at the same time"

         
       Pada hari itu aku merasa seolah ada sesuatu yang berbeda dibandingkan dengan segala yang terjadi di hidupku biasanya. Seolah pada hari itu sesuatu yang bermakna akan terjadi. Hari itu angin berhembus sepoi-sepoi seolah malu pada sang mentari yang bersinar dengan begitu teriknya. Udara ibu kota tak seburuk biasanya. Hari itu kurasakan udara terasa lebih menyegarkan. Aku berjalan seorang diri menelusuri sebuah pasar barang antik di bilangan pusat ibu kota. Kala itu aku tak tahu entah apa yang ingin kucari disana. Mungkin memang tidak ada yang ingin kubeli. Mungkin aku hanya ingin melepas penatku dengan melihat koleksi barang-barang yang memiliki nilai historis disana. 
          Ketika sedang asyik memanjakan mataku melihat-lihat sekitar, tiba-tiba pandanganku tertuju pada sebuah benda yang dipajang disana. Sebuah pisau lipat yang sebetulnya untuk dikatakan antik pun tidak pantas. Pisau itu masih terlihat sangat bersih dan seperti memang bukan barang yang telah lama dibuat, namun tak mengurangi minatku pada benda tersebut. Aku pun menghampiri kios tempat dimana pisau lipat itu berada dan tanpa pikir panjang aku membeli pisau tersebut.  Ternyata harga pisau itu terbilang cukup mahal. Namun aku tetap membelinya. Padahal aku pun tak tahu untuk apa aku membeli pisau tersebut. Sebatas hanya ketertarikan yang membuatku membeli benda berbahaya tersebut.
          Setelah lelah berkeliling, aku pun mampir di sebuah kedai kopi. Sambil merenggangkan badan, kuletakan pisau itu di kedua tanganku. Kutelusuri seluk-beluk benda tajam itu. Setiap detail dari benda itu tak ada yang kulewati. Begitu mengagumkan untuk sebuah pisau lipat biasa. Karena terlalu menikmati keindahan benda tersebut, tanpa sadar tiba-tiba aku terhentak kesakitan. Kulihat jari telunjuk  kananku meneteskan darah. Ternyata saat aku mengelus sisi tajam dari pisau itu, jari telunjukku secara tak sadar tergores. Serentak aku teringat akan sebuah pesan dari sahabatku di kota kembang. Dulu ia pernah berkata padaku, "cinta itu serupa layaknya sebilah pisau yang sangat tajam namun indah. Ketika kita sibuk menikmati keindahannya dengan kedua mata kita, menyentuhnya dengan jemari kita, tanpa sadar kita bisa terluka karena goresannya. Maka itu, berhati-hatilah kawan akan sesuatu yang indah tersebut". Sejenak aku tersenyum. Mungkin inilah saat dimana semesta mulai berbicara. Ia ingin memberikan pertanda kepadaku, namun tak pernah kumengerti. Sehingga perlu dengan cara yang meyakitkanlah kadangkala ia harus memberitahuku.
          Sambil merenung sesaat, kuobati luka di jariku. Setelah itu kulipat bilah pisau itu, lalu aku masukan pisau itu ke tempatnya. Kusimpan benda itu baik-baik, agar tidak lagi melukai diriku ataupun orang lain. Kelak ketika kubutuhkan, akan kukeluarkan dari tempatnya dan kugunakan dengan semestinya sesuai fungsinya. Namun aku berharap saat itu datang bukanlah dengan kisah yang tragis. Melainkan pada saat itu benda yang terlihat berbahaya tersebut menunjukan sisi lainnya yang berguna bagi diri ini dan orang-orang di sekitarku. Aku tak pernah menyesal memiliki benda itu. Karena aku yakin, aku memang ditakdirkan untuk memiliki, menjaga, dan menggunakan benda itu. Begitu pula dengan hal yang kita semua miliki dan kita sebut dengan kata, "cinta".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar