Senin, 01 Mei 2017

Perubahan dan Tiga Golongan Manusia

                            "Knowing yourself is the beginning of all wisdoms" -Aristotle

    Perubahan. Satu-satunya hal di dunia ini yang tidak dapat berubah. Perubahan kita perlukan sebagai salah satu upaya perbaikan diri dan meningkatkan kualitas hidup kita sebagai seorang individu serta hubungannya dengan lingkungan sekitar. Namun, sadarkah kita bahwa tidak semua individu mampu mengevaluasi diri mereka dan berupaya untuk menjadi lebih baik? Ada tiga golongan manusia jika kita relevansikan dengan karakteristik seorang manusia dan kemampuannya untuk berubah.
     Pertama. Ada sebagian individu yang memerlukan adanya suatu kejadian atau peristiwa, baik dalam skala kecil maupun besar untuk menyadarkan mereka atas hal-hal yang salah dalam diri mereka sehingga mereka perlu melakukan introspeksi, evaluasi, dan perubahan agar mereka menjadi individu yang lebih baik. Proses tersebut mungkin biasa kita sebut dengan pendewasaan. Adalah hal yang lumrah bagi kita sebagai manusia biasa memiliki begitu banyak kekurangan dan kesalahan dalam diri kita, sehingga dalam satu momentum hidup kita Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan suatu teguran dalam bentuk ujian kehidupan agar kita tersadar untuk memperbaiki diri kita dan berupaya menjadi individu yang lebih matang baik secara fisik, pemikiran, dan emosional.
     Kedua. Golongan individu ini tidak memerlukan adanya suatu kejadian ataupun peristiwa yang menegur mereka untuk mengintrospeksi diri dan menjadi pribadi yang lebih baik. Ada kalanya proses pendewasaan itu terjadi secara alamiah tanpa disengaja, melalui aktivitas sehari-hari ataupun melalui proses perenungan diri sehingga secara spontan mereka berkeinginan sembari berupaya untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi dalam mengarungi dinamika hidup ini.
     Ketiga. Golongan individu ini sebetulnya sangat tidak relevan ketika kita menyangkut-pautkannya dengan hal yang bernama perubahan. Karena baik dengan adanya peristiwa kecil atau pun besar yang terjadi dalam hidup mereka, tidak akan pernah berhasil untuk membuat mereka tersadar akan kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam diri mereka. Mereka lebih suka menyalahkan orang lain atau keadaan atas peristiwa yang menerpa hidup mereka. Mereka berpendapat bahwa merekalah yang selalu berada dalam posisi benar. Jika rentetan kejadian saja tak mampu untuk membuat mereka tersadar, apalagi hanya sekedar renungan untuk dapat membuat mereka menjadi pribadi yang lebih baik? Karakteristik telah terbentuk dan tertanam sedemikian rupa dalam sanubari mereka sehingga mereka seolah sangat antipati dengan hal yang bernama introspeksi, evaluasi diri, juga keberanian untuk mengakui bahwa kesalahan dan kekurangan juga bersemayam dalam diri mereka layaknya manusia biasa pada umumnya.
      Sebagai sesama manusia, memang sangat diperlukan bagi kita untuk peduli kepada manusia lain untuk saling menasehati dan mengingatkan. Hal tersebutlah yang kita sebut sebagai salah satu wujud kemanusiaan yang nyata. Kepedulian terhadap sesama dalam upaya memperbaiki diri satu sama lain sangatlah penting demi terwujudnya lehidupan yang lebih baik. Namun, jikalau Tuhan tidak mengetuk dan membuka pintu hati kita atau orang yang kita peduli tersebut, rasanya sangat mustahil untuk mengharapakan perubahan itu hadir. Kita sebagai manusia hanya bisa berupaya sebaik mungkin untuk menyadarkan atau mencoba sadar, namun Tuhanlah yang mempunyai andil terbesar untuk membolak-balikan hati manusia. Nabi Muhammad SAW pernah berkata, "Barangsiapa yang hari ini lebih baik daripada hari kemarin adalah orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin adalah orang yang merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk daripada hari kemarin adalah orang yang sesat".
    Termasuk kepada golongan yang manakah diri kita? Tanyakanlah pada hati kecil kita yang terdalam. Karena sesungguhnya suara hati kecil kita itu adalah bisikan dari Tuhan berupa petunjuk yang hakiki.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar