Jumat, 10 Mei 2019

"Memang Kamu Siapa?"



      Selayaknya manusia pada umumnya, pengakuan atas eksistensi diri kita adalah salah satu kebutuhan hidup. Hal tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Abraham Mashlow dalam teorinya, "The Hierarchy of Needs". Merasa berarti, dihargai, dan dibutuhkan oleh orang lain, terlebih dari orang-orang yang kita anggap memiliki value lebih dalam hidup kita adalah hal yang hakiki untuk didapatkan.
          Seringkali kita merasa bahwa keberadaan diri kita menjadi hal yang penting bagi hidup orang lain. Apa yang telah kita lakukan untuk mereka, sejatinya dapat menjadi poin penting bagi mereka untuk mentasbihkan bahwa keberadaan diri kita begitu berarti dalam kehidupannya. Perhatian yang kita terima adalah suatu bentuk lain dari penghargaan atas keberadaan diri kita di kehidupan ini. Bukan berarti pamrih. Namun, memang secara naluriah, manusia membutuhkan hal tersebut. Bukan berarti pula tanpa ketulusan. Hanya sedikit ucapan terima kasih yang dirupakan dalam bentuk tindakan nyata.
         Namun, kenyataan seringkali berkata lain. Orang-orang yang kita pikir menghargai keberadaan kita dalam hidupnya atau menganggap diri kita begitu berarti dalam kehidupannya, justru berperilaku kebalikan. Pada kenyataannya, kita tidak begitu berarti dalam hidup mereka. Ekspektasi tinggi dari diri kita, membuahkan kekecewaan. Terlebih lagi ketika kita tersadarkan akan sebuah pertanyaan, “memang kamu siapa?” Ya, memang kita siapa? Berharap diri kita begitu berarti dalam kehidupan orang lain? Pertanyaan tersebut diperkuat oleh parameter-parameter keduniawian yang semakin membuat diri kita bertanya-tanya. Mungkin saja, kita hanya seorang pemalas yang tidak dapat menyelesaikan tanggung jawab hidupnya dengan baik. Mungkin saja, kita hanya seorang bodoh yang tidak tahu mau dibawa kemana arah hidup kita. Mungkin saja, kita hanya seorang pengangguran yang tak berpenghasilan, seorang yang gagal menyelesaikan pendidikannya, seorang anak manja yang terus menerus hidup bertopang hidup pada keluarga, seorang pemimpi yang menggunakan mimpinya untuk berlindung dibalik kelemahannya, dan lain sebagainya.
      Pada akhirnya, secara pribadi diriku tersadar. “Memang kamu siapa?”, sehingga berharap begitu banyak dari diri orang lain di sekitarmu? Mungkin benar adanya, sebuah rangkaian kalimat yang berbunyi “aku bukan siapa-siapa”. Ya, di mata mereka dan dirinya, ternyata itulah diriku yang sebenarnya.


Cinta dan kasih sayang adalah premis-premis lain yang tidak dapat menghasilkan kesimpulan bahwa seseorang akan menjadi begitu berarti di mata orang yang dicintainya.